SALAH SATU godaan paling berat bagi kita ialah menahan diri
atau diam di dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti menahan diri untuk
tidak nimrung dalam sebuah kelakar, menahan diri untuk tidak
mengeluarkan unek-unek di dalam pikiran, atau menahan diri untuk tidak
hanyut ketika kita sedang curhat.
Rasanya semua cadangan
informasi di dalam kepala dan di hati akan dibongkar semua. Padahal,
tidak sedikit orang menuai penyesalan karena terlalu banyak bicara. Di
sinilah perlunya menahan diri dan membiasakan diri untuk diam perlu
dilatihkan di dalam diri kita.
Agama juga selalu mengajarkan,
khususnya dalam Islam, agar kita membatasi diri bicara. Bukan tidak
boleh bicara tetapi bicara seperlunya. Nabi Zakariya pernah diminta
bernazar untuk berpuasa bicara selama tiga hari ketika ia dikaruniai
anak yang sudah lama dinanti-natikan:
“Zakaria berkata: "Ya Tuhanku,
berilah aku suatu tanda". Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa
kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam,
padahal kamu sehat". (Q.S. Maryam/19:10).
Akhirnya doanya dikabulkan dan Nabi Zakariya pun menunaikan nazarnya, berpuasa bicara selama tiga hari.
Puasa
biara atau diam bukan pekerjaan mudah bagi orang normal. Namun Allah
Swt selalu mengingatkan kita agar hati-hati soal biara, sebagaimana
firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. (QS. Al-Ahzab/33:70).Dalam hadis Nabi disebutkan:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Rasulunya maka hendaklah ia mengatakan yang benar atau lebih baik diam”.
Nabi juga mengingatkan kita:
“Sesungguhnya dosa yang paling banyak dilakukan oleh anak cucu Adam adalah pada lidahnya”. “Musibah itu terwakili melalui ucapan”.
“Sesungguhnya dosa yang paling banyak dilakukan oleh anak cucu Adam adalah pada lidahnya”. “Barangsiapa yang banyak bicara, banyak juga kekeliruannya. Barangsiapa yang banyak kekeliruannya, banyak juga dosanya. Barangsiapa yang banyak dosanya, maka nerakalah yang paling tepat tempatnya”.
Sebagian ulama
mengatakan: “Manusia diciptakan dengan hanya satu lidah, dan dua mata
dan dua telinga adalah agar ia melihat dan mendengar lebih banyak dari
pada berbicara.”
Namun tidak selamanya diam itu baik. Adakalanya
seseorang harus dan wajib biara, terutama menyuarakan kebenaran,
sebagaimana sabda Nabi:
“Katakanlah kebenaran itu meskipun pahit”. Basyar al-Hafi pernah mengatakan: “Jika
suatu pembicaraan membuatmu terkagum-kagum, maka sebaiknya anda diam
saja. Dan jika diam justru membuatmu terkagum-kagum, maka sebaiknya anda
angkat bicara”.Hal senada juga disampaikan Lukman kepada puteranya:
“Jika bicara itu adalah perak, maka diam adalah emas. Sesungguhnya aku menyesali atas suatu ucapan berulang-ulang, namun aku tidak menyesali diam sekali pun. Abu Ali al-Daqqaq juga pernah berkomentar: “Barangsiapa diam dari kebenaran, maka dia adalah setan bisu”.
Dalam
situasi lain, seseorang yang diminta untuk biara harus bicara, terutama
jika pembiaraan itu mendatangkan maslahat dan menegah mudharat.
Misalnya, jika seorang hamba berbicara mengenai sesuatu yang dapat
menolongnya dan sesuatu yang mesti dia bicara, maka hal itu masih
dikategorikan sebagai diam.
Konon, Abu Hamzah al-Baghdadi adalah
seorang yang bagus bicaranya, lalu terdengar suara memanggilnya: “Engkau
berbicara dan bicaramu bagus, sekarang tiggallah engkau diam sehingga
engkau menjadi bagus. Setelah itu, ia tidak pernah lagi bicara hingga
wafatnya. [*]
Post a Comment
Post a Comment