Gagasan tentang pendidikan nasional bisa datang dari siapa saja,
termasuk anak muda. Buktinya, 15 remaja dari 15 wilayah di Tanah Air
memiliki gagasan tentang pendidikan nasional. Mereka pun menyampaikan
ide tersebut kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies
Baswedan.
Ke-15 pelajar ini tergabung dalam Aliansi Aksi 2015 yang merupakan
kumpulan anak-anak berprestasi dan anak berkebutuhan khusus (ABK).
Mereka lahir 15 tahun silam, tepatnya pada 2000. Seperti diketahui, di
tahun tersebut para pemimpin dunia menetapkan millenium development
goals (MDGs) sebagai arah pembangunan dunia. Rencananya, pada 2015,
mereka akan mendeklarasikan kembali rencana pembangunan berkelanjutan.
Dikutip dari laman Kemendikbud, Kamis (15/1/2015), ada lima ide pokok
tentang pendidikan nasional yang disampaikan ke-15 remaja tersebut
kepada Mendikbud.
Pertama, masih tingginya angka putus sekolah di Indonesia karena
masalah ekonomi. Menurut Dewa Gede dari Bali, orangtua tidak bisa
membiayai, sedangkan si anak terpaksa bekerja. Putus sekolah juga dipicu
jarak sekolah yang jauh dari tempat tinggal, kekerasan seksual, dan
kriminalitas.
Solusinya, kata Dewa Gede, mementingkan sosialisasi kepada orangtua.
Pembenahan sistem Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Kartu Indonesia Pintar
(KIP) juga dapat menjadi solusi tambahan.
"Sebagai sesama siswa, kami bisa menjadi relawan untuk membantu agar
mereka yang putus sekolah tetap menerima pelajaran. Salah satunya dengan
membentuk forum membantu anak-anak putus sekolah," imbuhnya.
Kedua, pembangunan sekolah masih tidak merata karena sulitnya akses mencapai suatu daerah.
Ketiga, lingkungan sekolah yang masih tidak aman. Salah satunya
disebabkan oleh pengaruh teman sebaya dan contoh buruk dari guru seperti
merokok di lingkungan sekolah.
Keempat, tingkat kehadiran guru rendah. Menurut mereka, rendahnya
tingkat kehadiran guru disebabkan faktor minat dan suasana kelas yang
tidak kondusif.
Menurut Adel dari Aceh, para guru, terutama di daerah terpencil,
perlu biaya banyak untuk pulang pergi ke sekolah. Terkadang penguasaan
materinya juga rendah sehingga siswa tidak mendapat ilmu yang baik.
"Kami harap kompetensi guru terus ditingkatkan dan tidak hanya
diapresiasi tapi juga diberi sanksi jika mereka tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik," ujar Adel.
Kemudian yang kelima, masih adanya diskriminasi terhadap anak
berkebutuhan khusus. Di antara faktor penyebabnya adalah sekolah umum
enggan menerima ABK, orangtua kurang bisa menerima kondisi anaknya,
kompetensi guru untuk mengajar ABK juga kurang, serta masih mahal dan
langkanya fasilitas yang dibutuhkan.
"Pemerintah harus serius menangani masalah diskriminasi ABK ini," imbuh Adel.
Mendikbud Anies Baswedan menjawab, perubahan cara pandang sangat
diperlukan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap ABK. Menurutnya,
tidak ada anak yang tidak normal.
"Semua normal. Hanya, ada yang berkebutuhan khusus dan ada yang berkebutuhan umum," tuturnya.
Tidak hanya itu, Anies juga sangat mengapresiasi keberanian dan
kemampuan para remaja tersebut dalam memetakan masalah dan solusinya.
Anies berpesan, mereka harus terus mengembangkan kemampuan tersebut dan
memakai mind map dalam menghadapi semua persoalan.
Sumber : http://news.okezone.com
Post a Comment
Post a Comment