Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat
yuridis formal yang mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan
berlandaskan pada Pancasila (sering disebut sebagai sumber dari segala
sumber hukum), Pancasila juga bersifat filosofis. Pancasila merupakan
dasar filosofis dan sebagai perilaku kehidupan. Artinya, Pancasila
merupakan falsafah negara dan pandangan/cara hidup bagi bangsa Indonesia
dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
untuk mencapai cita-cita nasional. Sebagai dasar negara dan sebagai
pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus
dihayati dan dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam hidup
dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lebih dari itu,
nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat Indonesia
sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia.
Oleh karena kedudukan dan fungsinya yang sangat fundamental bagi negara
dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan karakter bangsa, Pancasila
merupakan landasan utama. Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan,
acuan, dan sekaligus tujuan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam
konteks yang bersifat subtansial, pembangunan karakter bangsa memiliki
makna membangun manusia dan bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila.
Berkarakter Pancasila berarti manusia dan bangsa Indonesia memiliki
ciri dan watak religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan
mengutamakan kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai fundamental ini menjadi
sumber nilai luhur yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa.
2.1.2 Undang-Undang Dasar 1945
Derivasi nilai-nilai luhur Pancasila tertuang dalam norma-norma yang
terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Oleh karena itu,
landasan kedua yang harus menjadi acuan dalam pembangunan karakter
bangsa adalah norma konstitusional UUD 1945. Nilai-nilai universal yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi
norma konstitusional bagi negara Republik Indonesia.
Keluhuran nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memancarkan
tekad dankomitmen bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan pembukaan
itu dan bahkan tidak akan mengubahnya. Paling tidak ada empat kandungan
isi dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi alasan untuk tidak
mengubahnya. Pertama, di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma dasar
universal bagi berdiri tegaknya sebuah negara yang merdeka dan
berdaulat. Dalam alinea pertama secara eksplisit dinyatakan bahwa
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan”. Pernyataan itu dengan tegas menyatakan bahwa
kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh karena itu, tidak boleh
lagi ada penjajahan di muka bumi. Implikasi dari norma ini adalah
berdirinya negara merdeka dan berdaulat merupakan sebuah keniscayaan.
Alasan kedua adalah di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma yang
terkait dengan tujuan negara atau tujuan nasional yang merupakan
cita-cita pendiri bangsa atas berdirinya NKRI. Tujuan negara itu
meliputi empat butir, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Cita-cita itu sangat luhur dan tidak akan lekang oleh waktu.
Alasan ketiga, Pembukaan UUD 1945 mengatur ketatanegaran Indonesia
khususnya tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan. Alasan keempat
adalah karena nilainya yang sangat tinggi bagi bangsa dan negara
Republik Indonesia, sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD 1945
terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila.
Selain pembukaan, dalam Batang Tubuh UUD 1945 terdapat norma-norma
konstitusional yang mengatur sistem ketatanegaraan dan pemerintahan
Indonesia, pengaturan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, identitas
negara, dan pengaturan tentang perubahan UUD 1945 yang semuanya itu
perlu dipahami dan dipatuhi oleh warga negara Indonesia. Oleh karena
itu, dalam pengembangan karakter bangsa, norma-norma konstitusional UUD
1945 menjadi landasan yang harus ditegakkan untuk kukuh berdirinya
negara Republik Indonesia.
2.1.3 NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Kesepakatan yang juga perlu ditegaskan dalam pembangunan karakter bangsa
adalah komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karakter yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia adalah karakter
yang memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan karakter
yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Oleh
karena itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme) perlu
dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap
demokratis dan menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan
karakter harus diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan
kesatuan bangsa (nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan
NKRI. Oleh karena itu, landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam
pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap NKRI.
2.1.4 Bhineka Tunggal Ika
Landasan selanjutnya yang mesti menjadi perhatian semua pihak dalam
pembangunan karakter bangsa adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Semboyan itu bertujuan menghargai perbedaan/keberagaman, tetapi tetap
bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki
kesamaan sejarah dan kesamaan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang
“adil dalam kemakmuran” dan “makmur dalam keadilan” dengan dasar negara
Pancasila dan dasar konstitusional UUD 1945.
Keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan suatu
keniscayaan dan tidak bisa dipungkiri oleh bangsa Indonesia. Akan
tetapi, keberagaman itu harus dipandang sebagai kekayaan khasanah
sosiokultural, kekayaan yang bersifat kodrati dan alamiah sebagai
anugerah Tuhan yang Maha Esa bukan untuk dipertentangkan, apalagi
dipertantangkan (diadu antara satu dengan lainnya) sehingga
terpecah-belah. Oleh karena itu, semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus
dapat menjadi penyemangat bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia.
2.2 Pengertian Karakter, Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa
Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau
berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah
hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok
orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang
mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam
menghadapi kesulitan dan tantangan.
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman,
rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah
pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau
sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku
kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam
kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara
Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945,
keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dankomitmen terhadap
NKRI.
Pembangunan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara
kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta
potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan
global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik,
dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pembangunan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses
sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan
kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.
Berikut ini merupakan beberapa sikap yang mencerminkan karakter bangsa, diantaranya:
1. Saling menghormati dan menghargai,
2. Rasa kebersamaan dan tolong menolong,
3. Rasa kesatuan dan persatuan,
4. Rasa peduli dalam bermasyarakat berbangsa dan Negara,
5. Adanya moral dan akhlak dan di landasi nilai-nilai agama,
6. Perilaku dan sifat-sifat kejiwaan dan saling menghormati dan menguntungkan,.
7. Kelakuan dan tingkah laku menggambarkan nilai-nilai agama, hukum, dan budaya, serta
8. Sikap dan prilaku menggambarkan nilai-nilai kebangsaan, dan sebagainya.
Selain itu pula, untuk membangun karakter bangsa diperlukan sikap menjunjung tinggi beberapa nilai, seperti:
§ Nilai kejuangan,
§ Nilai semangat,
§ Nilai kebersamaan atau gotong royong,
§ Nilai kepedulian atau solider,
§ Nilai sopan santun ,
§ Nilai persatuan dan kesatuan,
§ Nilai kekeluargaan, serta
§ Nilai tanggungjawab, dan sebagainya.
Faktor Membangun Karakter Bangsa, diantaranya sebagai berikut:
• Agama,
• Normatif (Hukum dan peraturan yang berlaku),
• Pendidikan,
• Ideologi,
• Kepemimpinan,
• Lingkungan,
• Politik,
• Ekonomi, dan
• Sosial Budaya.
3. Penutup
Berdiri kokohnya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih
menggunakan empat pilar kebangsaan. Pembangunan karakter bangsa yang
saling keterkaitan dengan pilar kebangsaan ini oleh karenanya haruslah
dalam aras yang berkesesuaian dan terintegrasi, yang bernafaskan
Pancasila, yang konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin
keanekaragaman budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi
pilar kebangsaan itu tidak dijadikan pegangan, karakter bangsa yang
dicita-citakan sekedar wacana dan angan-angan belaka. Maka akan goyahlah
negara Indonesia disebabkan oleh hal tersebut. Jika penopang yang satu
tak kuat, maka akan berpengaruh pada pilar yang lain. Pada akhirnya
bukan tak mungkin Indonesia akan ambruk secara bertahap, bergantung pada
seberapa jauh dan seberapa dalam kita menggunakan empat pilar
kebangsaan tersebut. Tentunya, ambruknya NKRI merupakan sesuatu yang tak
diinginkan dan tak terlintas sedikitpun dalam benak kita sebagai bagian
dari NKRI.
Sumber Referensi
• Makalah yang disampaikanan dalam Sarasehan bertajuk
Merenungkan Kembali Empat Pilar Kebangsaan, di Rawalo, Kab. Banyumas, 20
Desember 2010 oleh Manunggal K. Wardaya (Sekretaris Bagian Hukum Tata
Negara FH UNSOED, Alumnus Monash University Australia, dan International
Institute of Social Studies, Erasmus University, Belanda).
• Orientasi Nasional Partai Demokrat dan National Institute for
Democratic Governance bertajuk Bersiap Untuk Mengurus Negara, di Puncak,
Selasa, 11 Agustus, 2009 oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH (Guru
Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Pendiri/Ketua Mahkamah
Konstitusi RI periode 2003-2008, Penasihat Komnas HAM, Ketua Dewan
Kehormatan KPU, dan Penasihat Senior BPP Teknologi.)
• Materi Diklat bertajuk Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI
yang disampaikan oleh Aprianto Widyaiswara Pratama dalam Diklat
Prajabatan golongan III Kementerian Agama.
Post a Comment
Post a Comment